Rabu, 18 Februari 2009

SEPENGGAL CERITA SEBELUM REUNI AKBAR

2 hari sebelum acara Reuni Akbar SMAN 1 Jatiwangi di gelar, saya yang kebetulan sedang berada di halaman depan SMAN 1 Jatiwangi tiba-tiba didatangi oleh beberapa orang alumni angkatan 80an. Pertama mereka menanyakan kepastian akan diadakannya Reuni Akbar ini, pertanyaan yang mudah dijawab, namun memang mungkin itu hanya pertanyaan basa-basi. Pertanyaan yang kedua adalah pertanyaan yang mulai cukup membingungkan (karena tentu saya bukan panitia, Cuma kebetulan ada di SMA), mereka menanyakan tentang konsep acara, acaranya apa saja, adakah sebelumnya di adakan kumpul angkatan, bagaimana masalah makanan dsb. Saya memberi sedikit penjelasan sesuai yang saya baca di milis dan website alumni. Mulai kebingungan, akhirnya saya langsung menyarankan untuk menghubungi langsung ke Sekretariat Alumni. Pertanyaan terakhir dari mereka membuat saya tersenyum : “ini (SMAN 1 Jtw) emang muat kalo untuk semua angkatan??”. Jawaban politikus pun langsung keluar dari mulut saya : “ya, yang datang kan ga mungkin semua kang”.

Entahlah apa sebutan yang pantas bagi cerita di atas, ironis, dramatis, atau politis, apalah namanya. SMA yang telah meluluskan puluhan angkatan, yang telah mengalami berkali-kali pergantian kepemimpinan, yang telah melewati berbagai pergantian sistem kependidikan, dan yang telah menorehkan banyak prestasi, ternyata masih minim dalam hal pembangunan fisik. SMA yang katanya menduduki peringkat kedua di Kabupaten Majalengka ini ‘terancam’ mendapatkan predikat SLTA tersempit, jika para ‘pejabat’ di SMA ini tak segera berbenah.

Pembangunan fisik ini tentunya sangatlah penting, termasuk dalam urusan menaikan reputasi sekolah. Pernah suatu ketika saya mendengar bahwa SMA ini tidak lolos dalam lomba Tata Upacara Bendera yang diadakan oleh Kabupaten Majalengka, karena Lapangan Upacaranya tidak memenuhi standar. Ketika saya masih menjadi siswa di SMA itu, terjadi penambahan kuota / daya tamping, kelas X yang tadinya hanya menerima 7 kelas ditambah menjadi 8 kelas. Hal ini tentunya dibarengi dengan antisipasi membangun satu kelas lagi, namun tidak untuk tahun depannya. Padahal saat itu, kuota untuk siswa baru tetap 8 kelas. Maka, laboratorium pun menjadi korban, dan dipaksa untuk menampung jumlah siswa yang semakin banyak ini.

Namun setelah itu, hawa segarpun sempat mampir ke SMA, beberapa perlengkapan laboratorium di datangkan ke SMA ini, beberapa buah komputer Pentium 4 pun di datangkan, siswa mulai diperkenalkan dengan sesuatu bernama internet dan mulailah babak baru perkembangan teknologi di SMAN 1 Jatiwangi. Terlepas dari berbagai perkembangan tersebut, perkembangan pembangunan fisik masih tetap dirasakan lambat kalau tidak dapat disebut stagnan.

Siapakah yang bertanggung jawab atas terjadinya semua ini agaknya masih banyak diperdebatkan. Namun yang menarik ditunggu adalah kiprah / pergerakan perkumpulan Alumni yang baru saja dibentuk dalam menanggapi fenomena ini.


by Muhammad Nur Fajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar