Sabtu, 28 Februari 2009

Scholarship project was begun!

Sebuah wacana telah dihadirkan, "Beasiswa 2007". Sebuah rencana program yang merupakan bentuk kepedulian alumni angkatan 2007 terhadap almamaternya. Beasiswa ini akan didanai, dikelola, dan disalurkan oleh alumni angkatan 2007 dan akan diberikan kepada siswa-siswi SMAN 1 Jatiwangi yang masih aktif bersekolah.
Dana sumbangan saat ini telah mulai dikumpulkan dari beberapa orang alumni angkatan 2007. Sampai saat ini, program ini telah mendapat dukungan dari sekitar 30 orang alumni. 2 minggu ke depan, target pencapaian penyumbang dana untuk beasiswa ini adalah 50 orang. Minimnya tenaga untuk sosialisasi dan publikasi menjadi salah satu hambatan berat, untuk itu mohon bantuannya kepada setiap alumni SMAN 1 Jatiwangi yang telah masuk kepada keanggotaan penyumbang dana program ini, untuk dapat mensosialisasikan program ini kepada alumni angkatan 2007 yang lain.
Setiap alumni angkatan 2007 memiliki hak penuh untuk menjadi anggota penyumbang dana dalam program ini. So, bagi yang telah membaca/mendengar berita ini, dan berkeinginan untuk berkontribusi melalui program ini, dapat menghubungi kepengurusan sementara yaitu :
Nono Darsono sebagai koordinator / ketua program dan Rianti Dwi Y sebagai Bendahara.

Rabu, 18 Februari 2009

SEPENGGAL CERITA SEBELUM REUNI AKBAR

2 hari sebelum acara Reuni Akbar SMAN 1 Jatiwangi di gelar, saya yang kebetulan sedang berada di halaman depan SMAN 1 Jatiwangi tiba-tiba didatangi oleh beberapa orang alumni angkatan 80an. Pertama mereka menanyakan kepastian akan diadakannya Reuni Akbar ini, pertanyaan yang mudah dijawab, namun memang mungkin itu hanya pertanyaan basa-basi. Pertanyaan yang kedua adalah pertanyaan yang mulai cukup membingungkan (karena tentu saya bukan panitia, Cuma kebetulan ada di SMA), mereka menanyakan tentang konsep acara, acaranya apa saja, adakah sebelumnya di adakan kumpul angkatan, bagaimana masalah makanan dsb. Saya memberi sedikit penjelasan sesuai yang saya baca di milis dan website alumni. Mulai kebingungan, akhirnya saya langsung menyarankan untuk menghubungi langsung ke Sekretariat Alumni. Pertanyaan terakhir dari mereka membuat saya tersenyum : “ini (SMAN 1 Jtw) emang muat kalo untuk semua angkatan??”. Jawaban politikus pun langsung keluar dari mulut saya : “ya, yang datang kan ga mungkin semua kang”.

Entahlah apa sebutan yang pantas bagi cerita di atas, ironis, dramatis, atau politis, apalah namanya. SMA yang telah meluluskan puluhan angkatan, yang telah mengalami berkali-kali pergantian kepemimpinan, yang telah melewati berbagai pergantian sistem kependidikan, dan yang telah menorehkan banyak prestasi, ternyata masih minim dalam hal pembangunan fisik. SMA yang katanya menduduki peringkat kedua di Kabupaten Majalengka ini ‘terancam’ mendapatkan predikat SLTA tersempit, jika para ‘pejabat’ di SMA ini tak segera berbenah.

Pembangunan fisik ini tentunya sangatlah penting, termasuk dalam urusan menaikan reputasi sekolah. Pernah suatu ketika saya mendengar bahwa SMA ini tidak lolos dalam lomba Tata Upacara Bendera yang diadakan oleh Kabupaten Majalengka, karena Lapangan Upacaranya tidak memenuhi standar. Ketika saya masih menjadi siswa di SMA itu, terjadi penambahan kuota / daya tamping, kelas X yang tadinya hanya menerima 7 kelas ditambah menjadi 8 kelas. Hal ini tentunya dibarengi dengan antisipasi membangun satu kelas lagi, namun tidak untuk tahun depannya. Padahal saat itu, kuota untuk siswa baru tetap 8 kelas. Maka, laboratorium pun menjadi korban, dan dipaksa untuk menampung jumlah siswa yang semakin banyak ini.

Namun setelah itu, hawa segarpun sempat mampir ke SMA, beberapa perlengkapan laboratorium di datangkan ke SMA ini, beberapa buah komputer Pentium 4 pun di datangkan, siswa mulai diperkenalkan dengan sesuatu bernama internet dan mulailah babak baru perkembangan teknologi di SMAN 1 Jatiwangi. Terlepas dari berbagai perkembangan tersebut, perkembangan pembangunan fisik masih tetap dirasakan lambat kalau tidak dapat disebut stagnan.

Siapakah yang bertanggung jawab atas terjadinya semua ini agaknya masih banyak diperdebatkan. Namun yang menarik ditunggu adalah kiprah / pergerakan perkumpulan Alumni yang baru saja dibentuk dalam menanggapi fenomena ini.


by Muhammad Nur Fajar

Selasa, 17 Februari 2009

PRAMUKA dan Perubahan Zaman

Jangan Lengah!

Kelengahan menimbulkan kelemahan

Kelemahan menimbulkan kekalahan

Kekalahan menimbulkan penderitaan


Bait-bait peringatan diatas adalah bagian dari "Sandi Ambalan " di SMAN 1 Jatiwangi, semacam petuah yang sudah ribuan kali dibacakan di berbagai kesempatan. Terakhir kali ketika saya dan teman-teman aktifis Pramuka angkatan 2007 meninggalkan ambalan, kata-kata diatas itu pun masih dibacakan, bahkan setelah 1 tahun dan hingga sekarang 2 tahun lebih kami meninggalkan ambalan, seragam "coklat tanah dan coklat air sungai" masih terlihat. Hal ini merupakan sebuah kebanggaan tentunya bagi setiap orang yang telah memperjuangkan kokohnya PRAMUKA di SMA ini.

Gerakan Pramuka, pada masa jabatan kami (2005/2006) mungkin dapat disebut berada dalam masa-masa krisis. Saat itu PRAMUKA sebagai sebuah organisasi yang harus diikuti selama setahun oleh setiap siswa di SMA, berubah status menjadi “tidak diharuskan”, bahkan terancam dibubarkan. Tentunya ada serangkaian proses yang telah dilalui sampai hal ini terjadi. Dan kata kunci dari proses itu menurut saya adalah tentang perubahan zaman, yang akhirnya berujung kepada perubahan paradigma, perubahan cara pandang. Proses itu tentunya didorong oleh beberapa faktor.

Pertama, adalah tentang perubahan di dunia teknologi informasi, yang menyebabkan setiap kejadian yang ada dapat dengan mudah dan cepat diinformasikan kepada masyarakat umum. Kegiatan Pramuka pada praktiknya memiliki hubungan cukup “dekat” dengan kegiatan semi militer, sehingga kemajuan di bidang teknologi informasi ini “memaksa” setiap Stackholder (pemangku kepentingan) di organisasi ini untuk lebih

berhati-hati dalam melakukan setiap kegiatannya. Karena memang pada esensinya, salah satu tujuan kegiatan Pramuka adalah untuk mendidik anggotanya menjadi manusia yang kuat secara fisik dan mental, namun hal ini bukan berarti harus berorientasi militer.

Setidaknya akan ada dua pihak yang menyikapi perkembangan teknologi informasi ini, yang acuh dan yang tanggap. Mereka (stackholder) yang acuh pada akhirnya akan menghadapi resiko yang besar, yaitu suatu ketika akan terjadi penyimpangan (seperti terjadinya kegiatan fisik diluar batas yang diizinkan) dan selanjutnya tentu sampai kepada masyarakat melalui media. Jika hal ini terjadi, tidak hanya stackholder di Pramuka yang akan terlibat, tetapi juga di stackholder sekolah yang menaungi Gerakan Pramuka tersebut. Pada ujungnya tentu akan berimbas kepada di bubarkannya organisasi Pramuka di sekolah tersebut, lebih jauh lagi akan mempengaruhi reputasi gerakan Pramuka di tingkat yang lebih tinggi. Sebaliknya mereka yang tanggap terhadap perkembangan teknologi informasi ini, akan dengan segera membenahi sistem yang dianggap bobrok, usang, beresiko, dan tak bermanfaat. Bahkan, mereka akan cenderung memanfaatkan teknologi informasi ini untuk “mempercepat laju” perkembangan Gerakan Pramuka.

Kedua, adalah berubahnya kebutuhan. Di Pramuka kita mengenal ada berbagai keahlian/keterampilan seperti tali temali, sandi (morse, semaphore, dll), keahlian P3K, baris berbaris, dan sebagainya. Namun apakah keterampilan dan atau pengetahuan itu semuanya berguna bagi setiap anggota?? Tentu. Namun, setiap stackholde haruslah sadar bahwa ada beberapa keterampilan yang pada kenyataannya jarang digunakan, sehingga harus diakui bahwa keterampilan / pengetahuan itu tidak terlalu berguna. Karena memang dengan perkembangan zaman, maka semakin berkembanglah kebutuhan manusia. Oleh karena itu, ketika Pramuka berarti Praja Muda Karana (Rakyat Muda yang Berguna), maka sudah seharusnya setiap anggota Pramuka haruslah menyesuaikan diri agar bakti dan usaha mereka sesuai dengan kebutuhan zamannya. Hal ini bukan berarti bahwa saya menyuruh untuk meninggalkan keterampilan “zaman baheula” itu, namun cukup bijaklah sekiranya jika keterampilan tersebut diberi porsi yang lebih sedikit sedangkan keterampilan-keterampilan baru yang benar-benar dibutuhkan dan berguna memiliki porsi yang lebih banyak.

Ketiga, adalah tentang senioritas. Setiap manusia yang terlibat dalam dunia kerja dan atau dunia pendidikan, niscaya senioritas adalah sesuatu yang diperlukan. Keharusan untuk menghormati seseorang yang punya pengalaman lebih adalah sesuatu yang wajar dan etis. Namun, beberapa tahun terakhir ini Senioritas seringkali dianggap sebagai sesuatu yang negatif, karena banyaknya kejadian kekerasan fisik didunia pendidikan terutama. Hal ini tentunya bukanlah salah dari ‘Prinsip Senioritas’ sendiri, namun masyarakat cenderung tak mau tahu dan menganggap ‘senioritas’ telah ikut andil bagian dalam beberapa tindakan ‘tak manusiawi’. Gerakan Pramuka yang seharusnya menunjukkan bahwa senioritas memiliki efek positif, kadangkala malah sering bertindak sebaliknya. Maka dari itu setiap Gerakan Pramuka dituntut untuk merubah setiap sistem yang memberikan celah kepada senior untuk dengan semena-mena menindas juniornya.

Proses perubahan Gerakan Pramuka tentunya tidak hanya dialami oleh SMAN 1 Jatiwangi belaka. Perubahan Zaman pun tidak hanya memaksa Gerakan Pramuka untuk berubah, namun segala hal yang ada pada suatu zaman, dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan zamannya tersebut. Tapi ada hal yang harus senantiasa ada dan dipegang teguh, yaitu kepercayaan akan tuhan, norma agama, nilai-nilai moral, kasing sayang dan cinta.

Semoga Gerakan Pramuka akan terus dapat berkembang dan berubah kearah yang lebih positif, di SMAN 1 Jatiwangi khususnya. Amiiin.


by Muhammad Nur Fajar